Berita Trending

Kenapa Tidur Berjam-jam Tapi Rasanya Cuma Sebentar? Ini Jawaban Sainsnya!



Pernah nggak sih kamu tidur semalaman penuh, tujuh sampai delapan jam, tapi pas bangun rasanya kayak baru merem sebentar? Fenomena ini ternyata dialami banyak orang, dan bukan karena kamu salah lihat jam atau tidur terlalu cepat, tapi memang ada penjelasan ilmiahnya. Tidur sering kali terasa seperti portal waktu—kamu pejamkan mata di malam hari, lalu tahu-tahu sudah pagi, dan tubuhmu udah harus kembali beraktivitas. Tapi kenapa waktu tidur terasa begitu singkat padahal kamu sudah tidur cukup lama?

Menurut penjelasan dari Smores Science, ada beberapa alasan utama kenapa tidur terasa seperti kilat. Salah satunya adalah karena kesadaran kita saat tidur benar-benar “dimatikan.” Saat memasuki tahap tidur dalam, terutama fase REM (Rapid Eye Movement), otak kita tidak lagi terhubung dengan kesadaran terhadap waktu. Artinya, otak tidak mencatat berapa lama waktu berjalan. Jadi, ketika kamu menutup mata dan tiba-tiba membukanya lagi, otak tidak punya referensi waktu apa pun selama kamu tertidur. Selain itu, selama tidur kita juga tidak secara aktif membentuk memori seperti ketika kita terjaga. Akibatnya, otak kita tidak punya banyak “materi” untuk mengingat berapa lama kita benar-benar tidur, yang membuat waktu tidur terasa kosong dan cepat berlalu.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah mimpi. Saat bermimpi, persepsi kita terhadap waktu jadi sangat kabur. Mimpi bisa terasa seperti terjadi dalam hitungan jam padahal hanya beberapa menit, atau sebaliknya. Karena otak memproses mimpi dalam cara yang berbeda dari realita, waktu yang sebenarnya berlalu tidak terasa secara utuh oleh kesadaran kita. Bahkan, sebagian besar dari kita seringkali tidak mengingat mimpi sama sekali, yang menambah kesan bahwa tidak ada apa-apa yang terjadi sepanjang malam. Di sisi lain, aktivitas kimia dalam otak juga turut memainkan peran. Hormon seperti melatonin yang membantu kita tidur bisa memengaruhi persepsi terhadap waktu, meskipun bidang ini masih terus diteliti lebih dalam. Namun yang jelas, tidur adalah proses biologis yang membuat otak dan tubuh masuk ke mode istirahat penuh, yang secara alami memutus koneksi dengan persepsi waktu linier seperti saat kita bangun.

Persepsi waktu yang cepat saat tidur juga dipengaruhi oleh pembandingnya. Ketika kamu mengalami hari yang sibuk penuh aktivitas, otakmu mencatat banyak momen, dan itu membuat hari terasa panjang. Sebaliknya, tidur adalah pengalaman yang sangat minim kejadian, jadi otak tidak memiliki titik-titik referensi untuk memperkirakan lamanya waktu. Ini juga berkaitan dengan ekspektasi. Kadang kita berharap bisa tidur nyenyak dan lama, tapi saat bangun, kita merasa belum cukup istirahat. Perbedaan antara harapan dan kenyataan inilah yang kadang membuat tidur terasa sangat singkat. Terakhir, fase tidur juga berperan penting. Kalau kamu terbangun saat berada di fase tidur ringan, otak belum sepenuhnya merasa telah melewati semua tahap tidur. Ini membuat kamu merasa seperti baru saja mulai tidur, meski sebenarnya sudah berjam-jam berlalu.

Intinya, tidur memang dirancang oleh tubuh sebagai waktu untuk istirahat total, baik secara fisik maupun mental. Tapi karena minimnya kesadaran dan pembentukan memori saat tidur, serta proses biologis dan psikologis lain yang terjadi, otak kita tidak merekam tidur seperti merekam kejadian saat bangun. Inilah kenapa tidur, meskipun penting dan panjang secara durasi, sering kali terasa begitu singkat.

Type and hit Enter to search

Close