Oleh: Ust. Adi Tahir Nugraha, M.Ag
Orang yang shaum mesti menjaga lisannya dan seluruh anggota badannya dari perbuatan haram dan dosa sebagai bagian dari konsekuensi logis shaum yang memiliki arti imsak.
Sebagaimana dalam hadis, Rasulullah pernah bersabda:
إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلا يَرْفُثْ ، وَلا يَجْهَلْ
، فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ
إِنِّي صَائِمٌ
“Barangsiapa salah satu di antara kalian di pagi hari dalam kondisi
shaum, maka jangan berkata jorok dan jangan bersikap bodoh. Jika ada
seseorang yang menghardiknya atau menghinanya maka katakan kepadanya,
sesungguhnya saya sedang shaum, sesungguhnya saya sedang shaum.” (HR. Bukhari, no. 1894 dan Muslim, no. 1151).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah
mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia
tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).
Jika memerhatikan hadis di atas fokus orang yang shaum bukan hanya menahan diri dari yang membatalkan shaumnya saja, tetapi juga harus menahan diri dari perbuatan yang berpotensi mengurangi pahala shaum atau menjadikan shaum sia-sia, hanya mendapat nilai dari menahan lapar dan dahaga saja.
Padahal shaum harus dimaknai bukan hanya pada wilayah syari’at saja tetapi harus sampai pada hakikat (substantif). Seperti dalam hadis:
ليس الصيام من الأكل والشرب، إنما الصيام من اللغو والرفث، فإن سابك أحد أو جهل عليك فقل : إني صائم ، إني صائم
“Shaum bukan sekadar (menahan diri dari) makan dan minum. Akan
tetapi shaum (adalah menahan diri) dari perkataan sia-sia dan jorok.
Jika ada orang yang menghina kamu atau berprilaku bodoh kepada kamu,
maka katakan kepadanya, sesungguhnya saya sedang shaum. Sesungguhnya
saya sedang shaum.” (HR. Ibnu Majah, no. 1690).
Dari hadis-hadis di atas sesungguhnya ada makna yang sangat mendalam, bahwa shaum melibatkan seluruh anggota badan. Seperti yang disimbolkan oleh lisan untuk tidak berkata kotor, jorok, juga tidak bersikap bodoh dengan makna tidak berbuat yang jelek.
Kesemuanya adalah soal pengendalian diri untuk tidak melakukan perbuatan ataun tindakan yang sia-sia. Mengendalikan emosi, syahwat, egositas pribadi, adalah bagian dari upaya menyempurnakan aktifitas shaum secara substantif.
Wallahu A’lam
Social Footer