Di tengah derasnya arus digital, manusia semakin mudah memproduksi, mengubah, dan menghapus informasi. Akurasi data bisa dipelintir hanya dengan satu sentuhan layar. Namun ada satu teks suci yang tidak pernah berubah walau zaman terus bergeser: Al-Qur’an. Kitab yang diturunkan lebih dari empat belas abad lalu itu tetap terbaca hari ini dengan lafaz yang sama, tanpa kekurangan satu huruf pun. Ketika banyak peninggalan kuno hilang, terdistorsi, atau ditelan sejarah, Al-Qur’an justru hadir sebagai satu-satunya teks religius besar yang terjaga orisinalitasnya secara sempurna.
Pertanyaan besarnya adalah: Apa yang membuat Al-Qur’an begitu otentik? Mengapa ia mampu bertahan dari segala ancaman pemalsuan, perubahan, dan penyimpangan selama ribuan tahun? Jawabannya tidak hanya terletak pada proses penjagaan manusianya, tetapi juga pada jaminan ilahi yang menegaskan bahwa kitab ini berada dalam pengawasan langsung dari Sang Pencipta.
Penjagaan Ilahi yang Tidak Dimiliki Kitab Apa Pun
Keotentikan Al-Qur’an berakar pada satu ayat yang menjadi fondasi keyakinan umat Islam:
نوَظِحفاََلهَلاَّنإو رَكْذلاِ اَنلْزنَّنحَنْ اَّنإ ِ
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr, dan Kamilah yang benar-benar menjaganya.” (QS. al-Ḥ ijr: 9)
Ayat ini bukan hanya pernyataan, melainkan komitmen abadi dari Allah. Tidak ada kitab suci lain yang menyebutkan jaminan penjagaan secara langsung seperti ini. Fakta sejarah pun membuktikannya. Karena janji penjagaan itu tidak hanya terbukti pada tataran spiritual, tetapi juga melalui mekanisme manusiawi yang menguatkan keasliannya dari masa ke masa.
Tantangan Terbuka: Tidak Ada yang Mampu Menandinginya
Keotentikan Al-Qur’an terlihat jelas dalam tahaddi— tantangan Allah kepada siapa pun yang meragukan wahyu ini: “Jika kalian ragu terhadap apa yang Kami turunkan, maka buatlah satu surat saja yang semisal dengannya…” (QS. al-Baqarah: 23)
Sejak tantangan itu diturunkan hingga kini, tidak ada yang mampu menghadirkannya. Bahasa Al-Qur’an memiliki struktur, ritme, dan gaya yang tidak dapat disamai oleh karya manusia—bahkan oleh para ahli bahasa Arab terbaik sekalipun. Keunikan balaghahnya menjadi bukti bahwa ia bukan hasil kreasi manusia.
Tidak Ada Pertentangan: Konsistensi Selama 23 Tahun Wahyu Turun
Salah satu aspek keotentikan Al-Qur’an adalah konsistensinya. Meskipun turun selama 23 tahun dalam berbagai situasi—perang, damai, hijrah, ujian, kemenangan—Al-Qur’an tetap tidak memiliki kontradiksi di dalamnya.
Allah berfirman:
اريًِكثَ اًفلَِخاتْ هيِفِاودجَوََلِاللَّّرْيَغِ دِنْعِ نْمِ ناَكَ وَْلوَۚنآَرْقلاْ نوَرَّبدتيَلََفَأ
“Seandainya Al-Qur’an berasal dari selain Allah, niscaya mereka akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya.” (QS. an-Nisa ’ : 82)
Teks manusia biasa hampir pasti mengalami inkonsistensi jika ditulis sepanjang dua dekade, apalagi di tengah kondisi sosial-politik yang berubah-ubah. Namun Al-Qur’an terbukti konsisten dalam nilai, petunjuk, dan gaya bahasanya.
Standarisasi Mushaf dan Penulisan Paling Ketat dalam Sejarah
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, standarisasi mushaf dilakukan bukan untuk mengubah teks, tetapi untuk menyatukan bacaan yang sudah diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ. Mushaf Utsmani menjadi model baku yang dipakai hingga hari ini.
Menariknya, fragmen mushaf kuno yang ditemukan di Yaman (Mushaf Sana’a), Turki, dan Uzbekistan menunjukkan bahwa teks Al-Qur’an tidak mengalami perubahan signifikan selama lebih dari 14 abad. Tulisan kuno itu selaras dengan mushaf modern, menguatkan keotentikan wahyu ini.
Era Digital: Ancaman Baru dan Benteng yang Tetap Kokoh
Di zaman sekarang, manipulasi teks bisa dilakukan dalam hitungan detik. Namun Al-Qur’an justru tetap aman. Perbedaan mushaf dari berbagai negara hanya menyentuh rasm, tanda baca, atau qiraat yang sah, bukan isi ayatnya.
Teknologi bahkan memperkuat penjagaan Al- Qur’an, ribuan aplikasi Al-Qur’an telah di-cross-check oleh
para ulama, platform hafalan digital mempermudah verifikasi kesalahan, proyek digitalisasi manuskrip kuno membuka bukti ilmiah tentang keotentikan mushaf. Jadi, alih-alih menjadi ancaman, era digital justru menjadi saksi terbaru bahwa Al-Qur’an tetap terjaga.
Mengapa Keotentikan Al-Qur’an Relevan untuk Kita Hari Ini?
Keotentikan bukan sekadar fakta sejarah, tetapi penegasan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk hidup yang dapat diandalkan. Ketika manusia bingung mencari kebenaran, terombang-ambing oleh opini dan hoaks, Al-Qur’an hadir sebagai cahaya yang tidak berubah.
|
Sebagaimana dikatakan Imam Syafi’i: |
|
|
|
|
|
تميقِ |
رقلا ملعَتنْم |
|||
|
|
َ |
َ |
|
ََ َ |
“Barang siapa mempelajari Al-Qur’an, maka tinggilah derajatnya.”
Keaslian Al-Qur’an menjadikan setiap perintah, larangan, dan nilai yang ada di dalamnya tetap valid dan relevan hingga kini.
Keotentikan Al-Qur’an bukan hanya dibuktikan lewat naskah kuno dan hafalan para penghafalnya, tetapi juga melalui sejarah panjang yang menunjukkan bahwa tidak ada kitab suci lain yang dijaga sedemikian rupa. Janji Allah dalam QS. al-Ḥ ijr: 9 benar-benar terwujud dalam setiap generasi.
Di tengah dunia yang terus berubah, Al-Qur’an tetap menjadi satu-satunya teks ilahi yang terpelihara, terbimbing, dan terjamin orisinalitasnya—menjadi cahaya yang tidak pernah padam, bagi siapa pun yang ingin berjalan menuju-Nya. []
Penulis: Muhammad Rifqi Rizal – Mahasiswa Ekonomi Syariah, Universitas PTIQ Jakarta
.jpeg)
Social Footer