Berita Trending

Generasi Gagal Paham Pasal Penggunaan Jilbab

 

Penggunaan jilbab atau kerudung di Indonesia meningkat luar biasa, dari 47% pada 2012 menjadi 72% pada 2018. Jilbab dan kerudung saat ini dapat dengan mudah diterima secara luas di berbagai pihak, seolah sudah menjadi norma dan budaya yang melekat di masyarakat. Beberapa wanita berjilbab dapat berpretasi di berbagai bidang termasuk bidang yang biasanya justru didominasi oleh para pria, ini menunjukkan kemajuan eksistensi bahwa wanita juga bisa mengambil banyak peran, meskipun memakai jilbab tapi tidak menghalangi mereka untuk berpotensi jauh lebih baik. Di era digitalisasi seperti sekarang ini, tidak menutup kemungkinan untuk para wanita mulai menggunakan jilbab karena saat ini sudah banyak konten-konten di media sosial yang menampilkan tren dan model jilbab ke kinian yang lebih menarik dan modis.

Wanita yang menggunakan jilbab ini selain memberikan peningkatan terhadap kesadaran dalam menutup aurat, akan tetapi rupanya pengaruh dari fashion dan tren yang memberikan kesan modernitas ini pada akhirnya menimbulkan ambiguitas penerapan atau kegagalan dalam memahami penggunaan jilbab sesuai dengan syari’at Islam. Karena tren dan model yang tersaji tidak didasarkan pada ketentuan syari’at yang seharusnya, tapi hanya berlandaskan gaya tarik yang terkesan modis. Sebagian wanita berkerudung memadukan kerudung dengan pakaian yang ketat atau mungkin malah dipadukan dengan baju yang terbuka pada sisi tertentu yang padahal termasuk aurat (bagian yang tidak boleh diperlihatkan untuk yang bukan mahram). Adapula wanita yang memakai kerudung dengan leher terbuka, punuk yang terlalu tinggi dan besar, terlebih mereka yang melakukannya tampak biasa saja seolah apa yang mereka lakukan adalah langkah yang tepat. Perilaku yang demikian mencerminkan wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ini terjadi akibat menelan mentah-mentah info yang didapat tanpa mengetahui dan menelisik lebih jauh terkait sejarah dan tujuan dari kerudung itu sendiri.

Jilbab adalah pakaian luar muslimah yang panjang dan longgar, menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan. Kerudung adalah kain penutup kepala wanita yang menutupi sebagian atau seluruh bagian atas kepala, rambut, leher dan dada. Dalam konteks Islam, kerudung adalah bagian dari kewajiban menutup aurat yang bertujuan menjaga kesopanan dan melindungi wanita dari gangguan. Kerudung bukan hanya dipakai oleh seseorang yang beragama Islam, agama seperti Kristen dan Yahudi juga memakainya. Sejarah kerudung rupanya sudah bermula pada 3.000 tahun sebelum masehi di Mesopotamia bagian selatan, tepatnya pada Peradaban Sumeria. Dennis Sherman dan Joyce E. Salisbury menuliskan dalam bukunya yang berjudul The West in the World, bahwa pada kehidupan wanita Sumeria bekerja di banyak toko di kota-kota sebagai penjual anggur, penjaga kedai, dan pedagang. Beberapa wanita menjadi pelacur, meskipun seiring waktu, bangsa Sumeria memandang profesi ini sebagai ancaman bagi ikatan yang lebih tradisional. Di akhir sejarah Mesopotamia, muncul hukum yang membedakan wanita “terhormat” dari pelacur. Wanita terhormat diharapkan untuk menutupi kepala mereka di depan umum. Para pelacur dan budak dipaksa menjalani hari-hari mereka dengan kepala yang tidak ditutupi. Pada akhir pemerintahan Mesopotamia, hukum-hukum ini dibuat sangat ketat, sehingga setiap budak wanita yang berani mengenakan jilbab atau kerudung dihukum dengan pemotongan telinganya. Dalam masyarakat ini, penduduk kota berusaha keras untuk membedakan lapisan-lapisan sosial. Kehidupan kota datang dengan semakin menekan startifikasi sosial sebagai landasan tatanan perkotaan.

Kenyataan di atas memperlihatkan betul kerudung sebagai pembeda dalam lapisan masyarakat (struktur sosial), meskipun umumnya masyarakat disana meyakini politeisme (banyak dewa), tapi secara kognitif mereka sudah lebih matang dengan terciptanya hukum yang membedakan antara wanita terhormat dengan wanita biasa. Lalu kapan perkembangan kerudung itu sendiri sampai ke Indonesia? Kerudung menjadi perintah keimanan yang dipopulerkan di Indonesia secara masif pada tahun 1980-an akibat gerakan mahasiswa Islam. Waktu itu larangan jilbab di Indonesia berlaku sekitar satu dekade lamanya, jilbab dilarang di sekolah-sekolah negeri di Indonesia di era Orde Baru. Pada tahun 1970-an, kesadaran untuk berbusana Muslimah di tengah masyarakat Indonesia belum seluas sekarang. Para pelajar Muslimah saat itu hanya mengenakan seragam, dilengkapi rok yang memanjang hingga ke lutut serta baju lengan pendek. Berbagai perubahan nasional dan internasional pun turut memberikan pengaruh pada kesadaran di tengah umat Islam untuk beragama secara lebih baik, termasuk mengenakan jilbab bagi para Muslimah. Semangat ini menyebar luas lewat peranan dakwah Masjid Salman Intistitut Teknologi Bandung (ITB), Pelajar Islam Indonesia (PII) cabang Jakarta, dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Ini merupakan bentuk resistensi terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru yang ketika itu dirasakan sangat represif terhadap umat Islam.

Pada tahun 1979, beberapa pelajar puteri di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri di Bandung yang memutuskan untuk berkerudung. Pihak sekolah tidak melarang, tetapi hendak mengelompokkan mereka dalam satu kelas tersendiri. Akan tetapi tidak jadi dilakukan karena anjuran pihak Majelis Ulama Jawa Barat. Berikutnya mulai bermunculan wanita di beberapa sekolah negeri lainnya yang mengenakan jilbab atau kerudung. Hal ini kemudian ditanggapi oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan mengeluarkan SK No. 052 tentang aturan seragam sekolah di tingkat nasional. SK tersebut tidak mengatur bentuk seragam yang menutup aurat, sehingga banyak kasus menjadi landasan bagi sekolah negeri untuk melarang siswi-siswi yang ingin memakai jilbab.

Setelahnya justru malah meningkatkan keinginan siswi untuk memakai jilbab, pihak sekolah pun melarang atas dasar SK pemerintah tersebut. Namun para siswi itu percaya bahwa busana Muslimah yang mereka kenakan merupakan kewajiban agama yang dilindungi oleh aturan hukum yang lebih tinggi dari SK yang dikeluarkan Depdikbud. Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menyebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Setelahnya banyak pelajar berjilbab yang mendapat halangan untuk masuk ke dalam kelas dan sekolah disebabkan ‘pelanggaran’ yang mereka lakukan. Sebagian memutuskan untuk bongkar-pasang jilbab; mengenakan ketika di luar sekolah dan melepas ketika di dalam sekolah. Beberapa siswi yang mencoba bertahan, justru malah dikeluarkan dari sekolah negeri dan terpaksa pindah ke sekolah swasta yang memperbolehkan jilbab. Seperti pada kasus tahun 1985 di SMAN 1 Jakarta, 15 siswi berjilbab terpaksa pindah sekolah oleh sebab peraturan pemerintah ini.

Berbagai perlakuan diskriminatif terjadi pada saat itu, hingga akhirnya pemerintah, lewat Depdikbud mengeluarkan SK yang baru, SK No. 100 tahun 1991, yang menyempurnakan SK 052 sebelumnya. SK baru ini mengakomodir bentuk seragam sekolah yang menutup aurat bagi siswi Muslimah di sekolah-sekolah negeri. Akhirnya apa yang diperjuangkan oleh para siswi Muslimah tahun 1980-an, dengan lika-likunya telah memberikan kontribusi yang penting bagi meluasnya kesadaran berjilbab di Indonesia saat ini. Peristiwa di atas adalah nikmat yang mestilah disyukuri dan dijaga karena negeri ini berasaskan pada Ketuhanan yang Maha Esa dan busana Muslimah adalah salah satu bentuk ekspresi yang baik dari asas ketuhanan tersebut. Salah satu pelopor wanita berkerudung dari Minangkabau adalah Rahmah El Yunusiyah yang juga merupakan seorang pahlawan pada masa kemerdekaan Indonesia, beliau juga adalah tokoh yang memperjuangkan hak perempuan.

Dalam sejarah Islam disebutkan bahwa pada tradisi masyarakat Arab jahiliyah (bodoh), wanita dijadikan seperti barang, dalam sebuah konferensi lawas wanita tidak diakui sebagai manusia sehingga muncul pertanyaan “wanita dari spesies apa?”, pranata masyarakat Arab dulu menyatakan wanita dianggap mulia apabila suaminya meninggal dan ia rela membakar dirinya hidup-hidup, wanita juga dianggap titisan Tuhan sehingga tidak ada yang mau melamarnya dan akhirnya merana. Sampai kemudian datanglah syari’at Islam yang membantah itu semua dan mengangkat derajat wanita. Islam menempatkan wanita sesuai dengan kodrat, porsi dan fitrahnya, tidak mendiskriminasi antara pria dan wanita. Kasih sayangnya Allah pada wanita diwujudkan dari turunnya perintah untuk berjilbab atau berkerudung dengan maksud menjaga kehormatan dan identitas sebagai wanita muslimah. Firman Allah dalam surah Al Ahzab ayat 59:

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Al Ahzab: 59)

Jilbab adalah ciri kehormatan dan kemuliaan wanita. Islam menegaskan hal itu dengan menjadikannya sebagai kewajiban dalam rangka memuliakan dan menghormati kaum wanita. Berjilbab yang disyariatkan dalam Islam antara lain adalah: kerudung yang berlabuh dari kepala terjulur menutupi leher dan dada, memakai ciput agar tidak terlihat helai rambut atau anak rambut, tidak berpunuk, kerudung dipadukan dengan pakaian, gamis, atau jilbab yang longgar (tidak membentuk lekuk tubuh), memakai kaos kaki karena kaki termasuk aurat. Allah tidak melarang wanita untuk mempercantik diri, baik itu dengan merawat diri, make up, atau dengan model kerudung sekalipun.

Hanya saja Islam melarang berlebihan dan melewati batas. Batas-batas jilbab sudah diatur dalam Islam. selain keharusan lurusnya niat, model, cara penggunaan jilbab tidak boleh berlebihan. Sikap berlebihan justru akan meruntuhkan dan merendahkan kehormatan kaum wanita itu sendiri. Terutama apabila kita berpakaian syar’i tapi tutur kata dan perbuatan tidak mencerminkan nilai-nilai agama. Pada akhirnya agama yang terkena fitnah akibat perilaku orang yang mengaku beragama. Untuk itu mari kita sama-sama kembali pada koridor dan rambu-rambu yang sudah ditetapkan, jangan mempersulit dan jangan pula meremehkan. Jangan berlebih-lebihan. Karena Islam sendiri datang sudah seimbang, moderat, maju, dan sesuai dengan perkembangan zaman. Tak perlu merasa ketinggalan zaman, sementara kita sudah berislam dengan baik. Dengan begitu, harapannya para wanita muslimah masa kini bukan hanya pintar dalam menjaga kehormatannya dengan berjilbab, tapi juga dapat mengamalkannya sesuai dengan syari’at yang Allah perintahkan.

 

REFERENSI

Al Qur’anul Kariim

Alwi Alatas. Perjuangan Jilbab di Sekolah-Sekolah Negeri di Indonesia pada Tahun 1980-an. Hidayatullah, 2021.

Dennis Sherman & Joyce E. Salisbury.  The West in The World. Boston: Mc-Graw-Hill, 2003.


Penulis: Gaza Al Quds Hamas El Intifadha (Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung)

Type and hit Enter to search

Close