Berita Trending

Membaca Surah Al-Kahfi di Abad 21: Mengambil Hikmah dari Gua, Kebun, Ilmu, dan Kekuasaan

 

Di tengah banyaknya informasi dan cepatnya perubahan zaman, manusia sering merasa bingung menghadapi berbagai masalah dalam hidup. Surah Al-Kahfi hadir sebagai salah satu ayat al-Qur'an yang tetap relevan, terutama dalam era abad ke-21 yang penuh dengan fitnah digital, krisis moral, dan tekanan sosial.

Nabi Muhammad SAW menganjurkan umat Islam untuk membaca surah ini setiap hari Jumat. Beliau bersabda:

 مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

Artinya: "Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum'at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum'at." (HR. An Nasa'i dan Baihaqi).

Cahaya yang dimaksud bukan sekedar cahaya fisik, melainkan petunjuk yang menjaga hati dari kebingungan dan gelapnya fitnah zaman.

Surah Al-Kahfi memuat empat kisah besar yang menggambarkan empat jenis utama manusia: ujian iman, harta, ilmu, dan kekuasaan.

Kisah pertama adalah tentang Ashabul Kahfi, sekelompok pemuda beriman yang mempertahankan aqidah mereka meski berada dalam tekanan penguasa dan masyarakat yang menolak kebenaran. Allah berfirman :

وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا۟ فَقَالُوا۟ رَبُّنَا رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ لَن نَّدْعُوَا۟ مِن دُونِهِۦٓ إِلَٰهًا ۖ لَّقَدْ قُلْنَآ إِذًا شَطَطًا

Artinya: Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran". (QS. Al-Kahfi:14)

Dalam konteks saat ini, cerita ini mengajarkan bahwa mempertahankan iman kadang-kadang membutuhkan keberanian untuk berbeda.

 "Goa"  pada zaman sekarang bisa diartikan sebagai tempat untuk melindungi diri dari pengaruh buruk, seperti membatasi penggunaan media sosial, memperhatikan lingkungan teman-teman, serta memperkuat iman Islam di tengah godaan gaya hidup yang bebas.

Pemuda Ashabul Kahfi memberi teladan bahwa ketika prinsip dijaga, Allah akan memberikan perlindungan dan jalan keluar.

 

Kisah kedua dalam surah ini adalah kisah dua pemilik kebun yang menggambarkan ujian harta dan kesombongan. Salah satu dari mereka begitu sombong hingga berkata,

وَكَانَ لَهُۥ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَٰحِبِهِۦ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَنَا۠ أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا

Artinya: Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat" (QS. Al- Kahfi:34).

Fenomena ini sangat mirip dengan budaya flexing di media sosial pada zaman sekarang, dimana manusia berlomba menampilkan gaya hidup glamor meskipun tidak sesuai kenyataan.

Allah kemudian mengingatkan bahwa semua kenikmatan hanyalah sementara. Dalam ayat lain disebutkan:

ٱلْمَالُ وَٱلْبَنُونَ زِينَةُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱلْبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahfi:46]

 Kisah dua pemilik kebun mengajarkan bahwa kesederhanaan, rasa syukur, dan kepedulian sosial jauh lebih bernilai daripada pencitraan digital. Harta bukan tujuan, melainkan ujian untuk melihat apakah manusia mampu menggunakanya dengan benar.

 Kisah ketiga adalah cerita Nabi Musa dan Khidir, yang menceritakan tentang cara yang tepat dalam belajar, pentingnya bersabar, dan sikap rendah hati. Allah berpesan bahwa ilmu yang dimiliki manusia masih sangat terbatas. Dalam potongan ayat Al-Quran dikatakan:

وَفَوْقَ كُلِّ ذِى عِلْمٍ عَلِيمٌ

Artinya: dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.(QS. Yusuf:76).

Di zaman informasi yang banyak, manusia  sering merasa benar hanya karena membaca sedikit berita. Padahal, belajar itu butuh kesabaran, memeriksa kembali, dan sikap yang rendah hati.

Dalam hadits Nabi SAW bersabda: إِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ

Artinya: “Sesungguhnya obat bagi kebodohan adalah bertanya” (HR. Abu Dawud)

Kisah Musa dan Khidir mengajarkan bahwa tidak semua hal yang terlihat jelek sebenarnya jelek, dan tidak semua hal yang terlihat baik benar-benar baik. Karena setiap peristiwa memiliki hikmah dari Tuhan yang mungkin belum bisa dipahami oleh manusia di masa itu.

Kisah keempat adalah kisah Dzulqarnain, seorang pemimpin yang berkuasa tetapi tidak sombong. Ia memanfaatkan kekuasaannya untuk menjunjung keadilan dan melindungi orang-orang yang dipimpinnya. Ia berkata:

قَالَ اَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهٗ ثُمَّ يُرَدُّ اِلٰى رَبِّهٖ فَيُعَذِّبُهٗ عَذَابًا نُّكْرًا

Artinya : Dia (Zulqarnain) berkata, “Adapun orang yang berbuat zalim akan kami hukum. Lalu, dia akan dikembalikan kepada Tuhannya. Kemudian, Dia mengazabnya dengan azab yang sangat keras. (QS. Al-Kahfi:87)

 Pesan ini sangat penting di masa kini, di mana banyak orang menggunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Kisah Dzulqarnain menunjukkan bahwa menjadi pemimpin tidak hanya tentang jabatan politik, tetapi juga tentang mengelola diri sendiri, keluarga, dan sekitar. Setiap kekuasaan yang dimiliki harus digunakan secara bertanggung jawab, adil, dan penuh perhatian terhadap masyarakat. []

 

Penulis:  Al- Razi Raja Bountua (Mahasiswa Ekonomi Syariah – Universitas PTIQ Jakart)

 

 

 

Type and hit Enter to search

Close