Berita Trending

Viral Bukan Berarti Benar: Yuk Lebih Selektif dengan Hadis

 


Sebagai seorang muslim, kita sering mendengar kalimat “Ini hadis sahih, ini hadis dhaif. Tapi, jujur saja, banyak dari kita tidak benar-benar paham apa maksudnya. Padahal kualitas hadis itu penting banget, bahkan bisa menentukan apakah sebuah amalan itu benar-benar dianjurkan atau tidak.

Menurut saya, memahami kualitas hadis itu seperti memastikan “sumber informasi” yang kita terima itu valid atau sekadar rumor. Bedanya, ini bukan gosip tapi urusan agama yang diperlukan kevalidannya.

Kenapa kualitas hadis penting?

Bayangkan kamu mau beli barang mahal lewat online shop. Pasti kamu cek dulu review, rating toko, dan testimoni pembeli. Kita ingin memastikan barang itu asli dan terpercaya.

Nah, dalam agama pun begitu. Hadis adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Kalau kita salah mengambil hadis, bisa salah pula praktik kita. Maka ulama mengembangkan ilmu untuk mengecek kualitas hadis. Bukan sekadar membaca teksnya, tapi mengecek seluruh “jejak perjalanan” hadis itu.

Jadi, apa sih kualitas hadis itu?

Secara umum, ulama membagi kualitas hadis menjadi tiga:

  1. Hadis Sahih

Ini level tertinggi. Perawinya terpercaya, ingatannya kuat, dan rantai periwayatnya bersambung tanpa cacat. Kalau ini, bahasa sederhananya: clear, aman, dan bisa dipakai buat hujjah.

  1. Hadis Hasan

Mirip sahih, hanya saja tingkat hafalan perawinya sedikit di bawah. Tapi tetap valid dan bisa dijadikan pegangan. Anggap saja seperti produk “grade A” bagus, walau tidak premium.

  1. Hadis Dhaif (lemah)

Nah, ini yang sering bikin bingung. Hadis dhaif bukan berarti palsu, tapi lemah dalam beberapa sisi, misalnya perawinya kurang kuat hafalannya atau ada “lubang” dalam rantai sanad. Biasanya ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum kecuali dalam hal-hal tertentu, dan itu pun dengan syarat ketat.

 

Terus, bagaimana dengan hadis palsu?

Ada juga yang disebut maudhu’, alias hadis palsu. Ini level yang paling parah. Biasanya dibuat oleh orang yang punya kepentingan tertentu.

 Menurut saya pribadi, inilah kenapa penting memahami kualitas hadis supaya kita tidak gampang membagikan kutipan yang ternyata tidak pernah diucapkan Nabi Muhammad SAW. Dunia digital sekarang cepat banget menyebarkan informasi. Karena cepat bukan berarti benar.

Kenapa semua ini relevan untuk kita hari ini?

Karena sekarang apa pun cepat viral: video pendek, quotes islami, caption-captions yang kadang ditambah embel-embel “Hadis riwayat ini-itu…” tanpa dicek dulu.
Menjadi muslim yang bijak itu bukan hanya mengamalkan hadis, tapi juga memastikan hadis yang kita amalkan itu benar.

Menurut saya, belajar soal kualitas hadis bukan cuma tugas kyai atau santri. Akan tetapi kita juga punya tanggung jawab moral: menyebarkan yang benar, bukan sekadar yang menarik.

Pada akhirnya, memeriksa kualitas hadis bukan sekadar soal ilmu, tetapi soal kepedulian kita terhadap kebenaran. Di tengah derasnya arus informasi, sikap selektif menjadi bentuk tanggung jawab kecil yang berdampak besar. Dengan semakin banyak orang yang mau berhenti sejenak untuk mengecek sumber sebelum membagikan sesuatu, kita bukan hanya menjaga kemurnian ajaran, tapi juga menjaga kepercayaan antar sesama. Semoga langkah-langkah kecil ini membuat ruang digital kita lebih jernih, lebih bijak, dan lebih penuh keberkahan.

 

Penulis: Muhammad Farhan Al Ghifari

 

Type and hit Enter to search

Close