Berita Trending

Al-Qur'an dan Tantangan Sains Modern: Analisis Kritis Konsep I'jaz Ilmiah




Kemajuan ilmu pengetahuan pada era modern telah membuka wawasan baru tentang alam semesta
dan kehidupan. Dalam konteks studi Islam, perkembangan ini sering dikaitkan dengan konsep I’jaz
ilmi yaitu keyakinan bahwa Al-Qur’an memuat petunujuk-petunjuk ilmiah yang lebih dahulu hadir
sebelum sains menemukannya. 

Gagasan ini semakin popular pada masa kontemporer, terutama ketika umat Islam ingin menegaskan bahwa kitab sucinya tetap relevan di tengah pesatnya sains modern. Namun, gagasan tersebut memunculkan perdebatan, sebab ada kekhawatiran bahwa fokus berlebihan pada pembuktian ilmiah dapat menggeser fungsi utama Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, bukan sebagai ensiklopedia ilmiah.

Dalam perspektif klasik, ulama lebih menyoroti keajaiban Al-Qur’an melalui sisi bahasa, retorika,
dan kedalaman makananya. Tokoh seperti al-Baqillani dan al-Jurjani melihat keunggulan Al-
Qur’an pada struktur kalimat yang tak tertandingi dan pesan spiritual yang mendalam, bukan pada
kesesuaian dengan teoris sains. Sedangkan penekanan pada I’jaz ilmiah baru berkembang kuat
pada era modern, seiring munculnya hegemoni sains Barat dan dorongan umat Islam untuk menunjukkan keunggulan ilmiah dalam agamanya.

Konsep ini kemudian menjadi bagian dari gerakan pembelaan terhadap kemuliaan Al-Qur’an.
Pendukungnya, seperti Zaghloul El-Naggar dan Maurice Bucaille, berpendapat bahwa banyak ayat
Al-Qur’an yang mengisyaratkan fakta ilmiah yang baru ditemukan di zaman modern, misalnya
proses penciptaan alam atau pertumbuhan embrio. Bucaille bahkan menyatakan bahwa isi Al-
Qur’an sejalan dengan temuan Ilmiah dan tidak nertentangan dengan akal serta fakta empiris.
Namun demikian, pendekatan in perlu ditelaah secara proporsional. 

Tidak semua klaim mengenai I’jaz ilmiah dapat diterima begitu saja. Ada sebagian penafsiran yang terlihat memaksakan makna ayat agar tampak sesuai dengan teori ilmiah yang sedang popular. Contohnya interpretasi ayat tentang gunung sebagai pasak atau langit sebagai perlindungan yang sering dikaitkan dengan penemuan geologi dan lapisan ozon. 

Penafsiran seperti ini tidak selalu salah, tetapi penting untuk berhati-hati agar tidak menjadikan Al-Qur’an bergantung pada teori yang sifatnya masih tentative dan dapat berubah seiring perkembangan penelitian ilmiah. Jika pendekatan I’jaz ilmiah dilakukan secara tidak kritis, ada beberapa resiko. 

Pertama, jika teori yang dijadikan pijakan berubah, sebagian orang mungkin merasa keimanan mereka terganggu. Kedua, fokus umat Islam bisa bergeser dari makna hidayah Al-Qur’an menuju upaya pembuktian ilmiah yang tidak selalu diperlukan. Pada hakikatnya, Al-Quran tidak membutuhkan penguatan dari sains untuk menunjukkan kemuliaannya karena ia sudah sebagai kitab petunjuk bagi manusia.

Namun, penting juga untuk tidak menolak konsep I’jaz ilmiah sepenuhnya. Al-Qur’an sendiri
berulang kali mengajak manusia untuk merenungi ciptaan Allah dan menggunakan akal untuk
memahami dunia. Semangat inilah yang di masa lalu mendorong ilmuwan seperti Ibn Sina, al-
Khawarizmi, dan Ibn al-Haytam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, Al-
Qur’an memberikan fondasi spiritual dan intelektual bagi kemajuan sains, meski bukan merinci
teori-teori ilmiah secara teknis.

Pendekatan yang bijak adalah menjadikan Al-Qur’an sebagai inspirasi intelektual dan spiritual
dalam mencari ilmu, bukan sebagai buku teori ilmiah yang harus dicocokkan dengan setiap
penemuan. Ayat-ayat tentang alam hendaknya dipahami sebagai motivasi untuk meneliti dan
mengamati fenomena ciptaan Tuhan, bukan sebagai dasar wajibnya klaim sains agama. Ketika
wahyu dan akal berjalan berdampingan, umat Islam dapat memanfaatkan keduanya untuk meraih
kemajuan dan memaknai kebesaran Allah.

Sebagai penutup, I’jaz ilmiah merupakan bagian penting dari diskursus kemukjizatan Al-Qur’an,
namun harus dipahami secara seimbang. Al-Qur’an dapat menjadi sumber inspirasi sains, tetapi
tidak perlu dipaksakan untuk selaras dengan seluruh teori ilmiah. Menghadapi perkembangan sains
modern, umat Islam perlu bersikap terbuka, kritis, dan tetap menjaga bahwa fungsi Al-Qur’an
adalah sebagai petunjuk kehidupan. Dengan demikian, pendekatan I’jaz ilmiah dapat memperkuat
pemahaman keagamaan sekaligus mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. 


Daftar Referensi
Al-Baqillani, Abu Bakr. I’jaz al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Al-Jurjani, Abdul Qahir, dala’il al-I’jaz. Cairo: Dar al-Hadith.
Bucaille, Maurice. The Bible, The Qur’an and Science. Seghers, 1976.
El-Naggar, Zaghloul. The Geological Concept of Mountains in the Qur’an. Cairo: Islamic
Research Academy.
Nasr,Sayyed Hossein. Islam and the Modern Science. World Wisdom, 2014.
Sardar, Ziauddin. Reading the Qur’an: The Contemporary Relevance of the Sacred Text of Islam.
Oxford Unversity Press, 2011.
Shihab, M.Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.


Penulis: Nur Latifah, Mahasiswa UIN SUSKA RIAU

Type and hit Enter to search

Close